Perguruan Tinggi Islam Harus Antisipasi Perkembangan Zaman

Menag Lukman Hakim Saefuddin mengunggang gajah ketika membuka ajang PIONER ke VIII di Banda Aceh.
Menag Lukman Hakim Saefuddin mengunggang gajah ketika membuka ajang PIONER ke VIII di Banda Aceh.

 

Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin mengatakan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) harus mampu mencetak generas muda ungggul,  berakhlak luhur, serta mampunyai kemampuan yang mumpuni baik secara jasmani dan rohani. Untuk itu PTKI harus mampu mengantisipasi perkembangan zaman dengan cara terus mengembangkan keilmuan, riset, olah raga, dan seni.

‘’Diharapkan PTKIN tidak hanya mencetak ahli-ahli agama saja. Lebih dari itu sangat diharapkan lembaga perguruan Islam seperti ini mamp mencetak para professional dan tenaga terampil, yang siap pakai dan berkontribusi pada pembangunan,’’ kata Menag Lukman Hakim Saifuddin, di sela acara Pekan Ilmiah Olahraga Seni dan Riset (PIONIR) VIII Tahun 2017 di UIN Ar Raniry Banda Aceh, (27/4).

Menurut Lukman, PTKI mempunyai komtmen yang tinggi untuk mengembangkan keilmuan, riset, olahraga, seni dan budaya. Adanya kemampuan tersebut indikasinya salah satunya terimplementasikan melalui berbagai even Pekan Ilmiah Olahraga Seni dan Riset (PIONIR).

“PIONIR merupakan ajang penyelenggaraan kompetisi keilmuan, olahraga, seni dan riset tingkat nasional. Mahasiswa PTKI (UIN, IAIN, STAIN dan PTKIS) menjadi aktor utama dalam multi-event ini yang diselenggarakan dua tahun sekali.  Melalui PIONIR diharapkan mampu meningkatkan pembinaan keilmuan dan mencari mahasiswa unggul, baik dalam prestasi akademik, maupun keolahragaan, seni dan riset serta memperkuat silaturahmi dan kerukunan antar mahasiswa se- nusantara,’’ kata Lukman.

Menurut Lukman tantangan pendidikan Islam di masa kini semakin berat. Ini terjadi karena persaingan yang akan dihadapai generasi muda penerus bangsa yang kini belajar di berbagai perguruan tinggi Islam bukan lagi bersifat lokal, melainkan sudah bersifat antarnegara bahkan dunia.

“Tantangan bangsa Indonesia kian hari kian komplek. Jumlah penduduk yang besar, keanekaraaman suku, agama, ras, dan antar golongan, gugusan pulau yang membentang luas dari Sabang sampai Merauke, dan didukung dengan kekayaan alam yang melimpah ruah, di satu sisi menjadi peluang mengantarkan Indonesia sebagai negara besar dan maju. Namun di sisi lain juga menjadi tantangan yang harus bisa dicarikan jalan keluarnya agar bangsa ini bisa mencapai situasi adil dan makmur,’’ tegas Lukman.

Menag lebih lanjut berharap, untuk menjadi bangsa yang besar maka jelas dibutuhkan  profil manusia yang sehat, kuat, cerdas dan berakarakter serta mampu menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi dengan baik. Apalagi, pengalaman telah menunjukan, betapa pembangunan fisik yang mengabaikan pembangunan mental-spiritual, hanya akan melahirkan manusia-manusia yang pongah dan tidak berintegritas.

‘’Jadi benar apa yang dikatakan Ibnu Maskaweh dalam syairnya: “bangsa yang kuat terletak pada akhlak yang kuat. Namun jika akhlaknya rusak maka bangsa itu akan hancur” –innamal umamul akhlaku maa baqiyat, wain humu dzahabt akhlakuhum dzahabu. Negeri yang aman, damai dan sejahtera menjadi cita-cita bersama,’’ katanya.

Acara Pionir diikutu ribuan perserta yang berasal dari perwakilan mahasiswa dari 55 Perguruan Tinggi Keagaman Islam yang ada di seluruh wiayah Indonesia. Mereka akan melakukan kompetisi dalam banyak bidang melalui dari olah raga, seni, hingga riset ilmiah. Acara diselenggarakan hingga 2 Mei 2016.

Pionir kali ini diikuti oleh 2.250 mahasiswa yang berasal dari 55 Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI), 11 UIN, 32 IAIN, dan 12 STAIN. Acara pembukaannya diawali dengan parade kontingen juga ditampilkan acara arak-arakan beberapa ekor gajah. Selain itu, sekitar  360 official, ratusan rombongan kontingen, dan seribuan lebih siswa-siswi di Kota Banda Aceh ikut memeriahkan acara yang digelar semenjak pagi hari.

Di sela acara tersebut, selepas siang, Menag melakukan pertemuan dengan para tokoh ulama yang menjadi pengasuh pondok pesantren se-Aceh Nanggroe Darussalam. Dalam kesempatan itu Menag menyatakan para pengasuh pondok pesantren diharapkan terus fokus melakukan pendidikan dengan tujuan menciptan insan yang berakhlak mulai. Sebab, bagaimanpun pendidikan pesantren dari dahulu sampai sekarang sudah menjadi tulang punggung pendidikan kaum Muslim Indonesia di dalam menimba ilmu keagamaan.

‘’Peran pesantren sangatlah penting bagi bangsa ini. Kami pun terus berusaha meningkatkan kualitas pendidikannya dengan membuat Ma’had Ali (Pesantren Tinggi) yang basis kurikumnya mengacu pada pengajaran kitab kuning. Lulusan pesantren ini akan mendapat status yang sama dengan para siswa yang menuntut ilmu di lembaga pendidikan formal. Jenjang pendidikannya ada S1, S2, dan S3,’’ kata Lukman seraya mengatakan saat ini sudah ada 13 Ma’had Ali yang tersebut di Jawa, Sumatra, dan Kalimantan.

 

 

Sumber : Khazanah.republika.co.id

Leave a Reply